HANYA ISLAM YANG BENAR
Akhir-akhir ini
kita sering mendengar baik dari perkataan orang awam maupun tokoh bahkan ada
juga pejabat yang mengatakan,
“ jangan
terlalu fanatik dalam beragama. Sebabnya, kata mereka , semua agama benar di
mata Tuhan “
Dan ungkapan atau
pernyataan sejenis
Pernyataan-pernyataan
tersebut,
sesungguhnya mengusung semangat pemahaman
pluralisme agama (sebuah paham
atau pemikiran bahwa semua agama itu sama).
Sebetulnya ungkapan-ungkapan (semua agama itu sama) sudah lama kita dengar.
Para pengusung paham pluralisme agama biasa melontarkan
sejumlah jargon seperti:
Dalam praktiknya, pluralisme agama saat ini sudah mengarah pada sinkretisme (pencampuradukan) agama-agama. Contohnya adalah adanya acara doa lintas agama, dimana tokoh2 agama memanjatkan doa kepada tuhannya masing2 secara bergantian dalam satu majlis sedang orang yang hadir yang terdiri dari berbagai agama meng-aminkan,
Benarkah demi toleransi beragama umat Islam perlu ikut-ikutan doa lintas agama, Perayaan Natal Bersama, dll?Pertanyaannya: Bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi gagasan, praktik sekaligus propaganda pluralisme agama ini? Benarkah semua agama sama?
Maasyirol muslimin
rohimakumulloh
Hanya Islam yang Benar
Setiap Muslim wajib menegaskan bahwa hanya Islam yang
benar. Agama di luar Islam semuanya salah/batil.
Ini adalah keyakinan dasar sekaligus mutlak di dalam
Islam. Karena itu pernyataan bahwa “semua agama benar” adalah pernyataan
menyimpang dari Islam. Pelakunya bisa murtad. Sebabnya, Allah SWT sendiri
menegaskan bahwa hanya Islam agama yang Dia akui dan ridhai:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sungguh agama (yang diakui) di sisi Allah hanyalah
Islam (QS Ali Imran [3]: 19).
Maknanya, menurut Imam as-Samarqandi,
(Agama yang
Allah ridhai hanyalah Islam).” (As-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, 1/249).
Dengan kata lain, menurut Imam al-Alusi,
“Lâ dîna
mardhiyya ‘indalLâh illâ al-Islâm (Tidak ada agama yang Allah ridhai kecuali
Islam).” (Al-Alusi, Rûh al-Ma’âni, 2/456).
Imam al-Baghawi lebih menegaskan lagi bahwa makna “inna
ad-dîna” dalam ayat di atas adalah, “Inna ad-dîna al-mardhiyya ash-shahîh
(Sungguh agama yang diridhai dan yang benar)”, yakni di sisi Allah SWT,
hanyalah Islam (Lihat: Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, 2/18).
Imam al-Baghawi lalu menukil dua ayat berikut:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian agama
kalian, telah aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan telah Aku ridhai Islam
sebagai agama kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan
pernah diterima agama itu dari dirinya dan di akhirat kelak dia termasuk ke
dalam kaum yang merugi (TQS Ali Imran [3]: 85).
Karena itu menganggap semua agama sama tentu
bertentangan dengan al-Quran.
Anggapan tersebut juga sangat tidak masuk akal.
Sebabnya, jika semua agama benar, apa perlunya
Rasulullah saw. bersusah-payah—bahkan dengan mempertaruhkan segalanya, termasuk
nyawa beliau—mendakwahkan Islam selama 23 tahun kepada para pemeluk agama lain?
Apa pentingnya beliau mengajak kaum Yahudi, Nasrani dan kaum musyrik agar masuk
Islam dan meninggalkan agama mereka? Rasulullah saw. bahkan bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا
بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Aku diperintahkan (oleh Allah SWT) untuk memerangi umat
manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah; juga agar mereka menegakkan shalat dan menunaikan
zakat. Jika mereka melakukan hal demikian maka darah dan harta mereka
terpelihara dariku, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh Islam, dan
perhitungannya diserahkan kepada Allah (HR al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, bukti bahwa hanya Islam agama yang benar,
sementara selain Islam adalah salah/batil, adalah banyaknya celaan di dalam
al-Quran terhadap pemeluk agama Yahudi, Nasrani maupun kaum musyrik. Allah SWT
memandang mereka sebagai kaum kafir. Allah SWT, misalnya, berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ
Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa
Allah adalah Al-Masih putra Maryam (TQS al-Maidah [5]: 72).
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا
مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa
Allah adalah ‘Yang Ketiga’ di antara yang tiga. Padahal tidak ada Tuhan kecuali
Tuhan Yang Satu (Allah) (TQS al-Maidah [5]: 73).
Bahkan Allah SWT memandang kaum musyrik sebagai najis:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا
الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
Wahai orang-orang yang beriman, sungguh kaum musyrik
itu najis. Karena itu janganlah membiarkan mereka memasuki Masjid al-Haram
setelah tahun mereka ini (TQS at-Taubah [9]: 28).
Jika semua agama
sama, orang bisa se-enaknya pindah agama
Perlakuan Terhadap Non-Muslim
Islam jelas mencela dan mengecam kaum kafir baik
Yahudi, Nasrani maupun kaum musyrik. Di akhirat kelak mereka ditempatkan di
tempat yang paling buruk, yakni di Neraka Jahannam. Allah SWT berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sungguh orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab
maupun dari kalangan kaum musyrik akan ditempatkan di Neraka Jahannam. Mereka
kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruknya manusia (TQS al-Bayyinah
[98]: 6).
Namun demikian, dalam hal perlakuan terhadap mereka di
dunia, Islam tetap bersikap toleran. Islam, misalnya, tidak pernah memaksa
mereka untuk masuk Islam. Allah SWT berfirman:
لَا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama Islam (TQS
al-Baqarah [2]: 256).
Di dalam naungan Negara Islam (Daulah Islam atau
Khilafah Islam), mereka pun diperlakukan setara dan adil sebagai warga negara.
Tidak ada diskriminasi.
Namun demikian, toleransi Islam terhadap pemeluk agama
lain bukan berarti mengakui kebenaran agama mereka. Sebagaimana telah
dijelaskan di atas,
Islam tetap memandang agama-agama selain Islam adalah
batil. Apalagi jika toleransi beragama dipahami sebagai pluralisme (menyamakan
semua agama) yang menjurus pada sinkretisme (pencampuradukan) dalam praktik
beragama. Jelas, ini tercela. Allah SWT menegaskan:
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untuk kalian agama kalian. Untukku agamaku (TQS
al-Kafirun [109]: 6).
Menurut Imam as-Samarqandi, ayat di atas berkaitan
dengan tawaran kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad saw., “Jika engkau mau, kami
akan mengikuti agamamu dan meninggalkan agama kami selama satu tahun. Namun,
engkau pun harus mengikuti agama kami (dan meninggalkan agamamu, red.) selama
setahun.” Lalu turunlah ayat ini (As-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, 4/445).
Jelas, Surah al-Kafirun ini (dari awal sampai akhir),
secara keseluruhan menolak paham pluralisme atau sinkretisme beragama.
Damai Tanpa Pluralisme
Tanpa harus mempraktikkan dan mempropagandakan
pluralisme agama yang sesat dan menyesatkan, sejarah selama berabad-abad telah
membuktikan betapa besarnya toleransi Islam dan kaum Muslim terhadap pemeluk
agama lain.
Islam hanya mengajak orang-orang non-Muslim agar masuk
Islam. Tanpa paksaan sama sekali.
Saat mereka menolak, Islam tak lantas membenarkan kaum
Muslim untuk memberangus keyakinan agama mereka. Sepanjang era Kekhilafahan
Islam, dengan sikap toleransi yang luar biasa, orang-orang non-Muslim bisa
hidup damai di tengah-tengah masyarakat Islam. Tanpa diskriminasi dan rasa
takut., Itulah
yang digambarkan oleh para sejarawan Barat. Itu diakui oleh para sejarawan yang jujur Di antaranya Sir Thomas
Walker Arnold.
Menurut Sir Thomas Walker Arnold, sepanjang sejarah,
sikap toleran sudah mewarnai hubungan antara kaum Muslim dan non-Muslim. Dalam
bukunya, The Preaching of Islam. A History of Propagation of the Muslim Faith,
dia mengomentari besarnya penghargaan Islam terhadap prinsip toleransi. Bahkan
menurut dia, kaum non-Muslim menikmati toleransi yang begitu besar di bawah
aturan penguasa Muslim (khalifah). Padahal pada saat yang sama Eropa masih
belum mengenal toleransi sama sekali. Barat baru menyemarakkan tenggang rasa
antar dan internal umat beragama belakangan ini pada zaman modern.
Lebih lanjut, Sir Thomas mengungkapkan, ketika
berabad-abad lamanya para penguasa Muslim (para khalifah) berkuasa, banyak
sekte Kristen yang dibiarkan hidup, berkembang dan bahkan dilindungi aturan
Negara (Khilafah Islam) (Republika.co.id, 22/10/2018).
Alhasil, sekali lagi, tanpa harus mempraktikkan dan
mempropagandakan pluralisme yang sesat dan menyesatkan, Islam telah membuktikan
sebagai agama yang toleran, dan kaum Muslim adalah pemeluk agama yang paling
memahami toleransi.
Karena itu jika ingin umat beragama rukun, damai dan
saling bertoleransi, tanpa diskriminasi, kuncinya satu: terapkan syariah Islam
secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Sebabnya, hanya Islamlah satu-satunya agama yang pasti
membawa rahmat bagi dunia (rahmatan lil ‘âlamîn).
Salah satunya mewujudkan kehidupan antar umat beragama
yang damai dan harmonis. WalLâhu a’lam. []
---*---
Hikmah:
Rasulullah saw. bersabda:
الإِسْلاَمُ يَعْلُو وَلاَ يُعْلَى
Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari
Islam. (HR ad-Daruquthni). []