Jika
ber-Islam hanya kita artikan sebagai ketaatan melaksanakan ibadah ritual
semata, risiko yang digambarkan banyak ayat al-Qur'an tidaklah perlu
ditakutkan. Orang kafir akan membiarkan ummat Islam tenggelam dalam ritual
ibadahnya.
Mereka
tidak peduli apakah kita menjalankan shalat lima waktu atau ditambah ribuan
rakaat shalat-shalat sunnah yang lain.
Mereka
tak hirau, apakah kita menjalankan puasa Ramadhan atau ditambah Senin dan Kamis
sepanjang tahun.
Mereka
tidak peduli, apakah umat Islam melimpah ruah pergi berhaji setiap tahun.
Selama
tidak beranjak dari ibadah ritual, selama itu pula ummat Islam akan aman-aman
saja.
Akan
tetapi jika sudah mulai bergerak ke soal amar ma'ruf nahi munkar,
mengkait-kaitkan agama dengan berbagai masalah kehidupan, baik ekonomi,
politik, maupun sosial budaya, maka pada saat itu kaum kafir langsung ambil
ancang-ancang. Apalagi jika ummat Islam kemudian berbicara mengenai Politik dan
Pemerintahan Islam.
Ketika
kita tenggelam dalam ibadah dan kekhusyu'an, mereka tidak peduli. Bahkan kalau
perlu mereka akan ikut juga membangunkan sarana ibadah lengkap dengan segala
fasilitas dan kemegahannya.
Pada
saat seperti itu, kita memang tidak bersinggungan sama sekali dengan
kepentingannya.
Akan
tetapi persoalan akan menjadi lain jika kita mulai bicara tentang negara,
bagaimana menata negara sesuai dengan mandat yang telah diberikan Allah kepada
kita.
Maka
pertentangan segera terjadi.
Padahal
kita tahu bahwa Islam bukan hanya mengajarkan ibadah ritual semata. Malah
ajaran ritual dalam Islam tidak lebih dari 10 persen saja. Sembilan puluh
persen sisanya berbicara soal kehidupan, baik di dunia maupun akhirat.
Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Kehidupan politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Tidak satu sisi kehidupanpun yang vakum dari ajaran Islam.
Di
sinilah letak persoalannya. Mereka berharap agar ummat Islam tidak membawa-bawa
agamanya ke pentas kehidupan, padahal yang demikian itu mustahil bagi kita.
Agama
bagi mereka adalah urusan pribadi-pribadi (privat), tapi bagi kita sebaliknya,
agama menjangkau batas-batas privat, publik, dunia global, bahkan hingga ke
akhirat. Karenanya, Islam itu merupakan
tuntunan agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sekaligus
sebagai ideology yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
semesta.
Kaum sekuler
jelas tak sepakat dengan pendirian itu. Mereka menghendaki agar urusan Negara
tidak dicampur dengan urusan agamanya. Bagi mereka, cukuplah agama hanya
mengatur urusan akhirat, sementara urusan dunia biar diurus dengan ideologi
dunia. Mereka menghendaki agar ummat Islam cukup mengurus masjid saja,
sementara urusan negara diserahkan kepada orang lain yang lebih acuh terhadap
aturan agama.
Kepada
mereka harus kita jawab bahwa dunia dan akhirat adalah milik Allah. Bumi dan
langit beserta seluruh yang ada di antara keduanya adalah milik-Nya dan berada
dalam genggaman kekuasaan-Nya. Sedangkan kita hanyalah orang yang diberi mendat
untuk mengatur kehidupan di dunia sesuai dengan kehendak-Nya.
ingin baca selangkapnya silahkan di unduh di link bawah ini
ingin baca selangkapnya silahkan di unduh di link bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar